Facebook | Contact Us Copyright 2011. www.softkid.net . All Right Reserved


Sejarah Peternakan Kerbau Indonesia

Ternak kerbau sudah dipelihara petani Indonesia dari dahulu kala untuk berbagai tujuan, terutama sebagai sumber tenaga untuk pengolahan tanah dan alat transportasi. Ternak dipelihara dengan cara ekstensif dengan pemberian pakan hijauan dari rumput dengan cara penggembalaan maupun dengan mencari rumput dan memberikannya pada ternak. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa populasi ternak sapi di Indonesia diperkirakan berjumlah 10,5 juta, dimana jumlahnya tidak pernah meningkat sejak tahun 1985. Sedangkan populasi ternak kerbau malahan menurun drastis dari 3,3 juta ekor pada tahun 1985 dan menjadi hanya 2,4 juta ekor di tahun 2001. Pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi telah mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi masyarakat dimana konsumsi peternakan baik berupa daging, telor dan susu meningkat dengan laju yang cukup tinggi, yakni di atas 5% per tahun untuk masa 20 tahun mendatang. Namun fakta menunjukkan bahwa kemampuan peternakan dalam negeri belum bisa diandalkan untuk memenuhi permintaan konsumen dalam negeri. Indonesia yang semula dikenal sebagai pengekspor daging pada era tahun 1970-an, telah menjadi net impor pada tahun 1980-an.
Menurut sejarah perkembangan domestikasi, ternak kerbau yang berkembang di seluruh dunia berasal dari daerah sekitar India. Pada dasarnya ternak kerbau digunakan sebagai ternak kerja, selanjutnya untuk penghasil daging dan juga penghasil susu. Ternak kerbau diklasifikasi sebagai kerbau sungai dan kerbau Lumpur. Di Indonesia lebih banyak terdapat kerbau Lumpur dan hanya sedikit terdapat kerbau sungai di Sumatera Utara yaitu kerbau Murrah yang dipelihara oleh masyarakat keturuan India dan digunakan sebagai penghasil susu. Populasi ternak kerbau di dunia diperkirakan sebanyak 130−150 juta ekor, sekitar 95% berada di belahan Asia selatan, khususnya di India, Pakistan, China bagian selatan dan Thailand (SONI, 1986).
Populasi ternak kerbau di Indonesia hanya sekitar 2% dari populasi dunia. Hanya sedikit sekali kerbau lumpur yang dimanfaatkan air susunya, karena produksi susunya sangat rendah yaitu hanya 1−1,5 l/hari, dibandingkan dengan tipe sungai yang mampu menghasilkan susu sebanyak 6−7 l/hari. Namun demikian, di beberapa daerah, susu kerbau lumpur telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat. Di Pulau Sumatera banyak ditemukan ternak kerbau mulai dari dataran rendah sampai dengan dataran tinggi. Disamping itu ditemukan juga di daerah rawa, namun masih termasuk dalam bangsa kerbau lumpur. Potensi pakan yang cukup banyak tersedia menjadikan ternak kerbau sebagai komoditas unggulan di sebagian besar daerah di Pulau Sumatera.
Usaha ternak kerbau merupakan usaha peternakan rakyat yang dipelihara sebagai usaha sampingan, menggunakan tenaga kerja keluarga dengan skala usaha yang kecil karena kekurangan modal. Disamping itu sebagian peternaknya adalah penggaduh dengan sistem bagi hasil dari anak yang lahir setiap tahunnya. Pemeliharaan ternak umumnya bergantung pada ketersediaan rumput alam. Siang hari peternak menggiring ternak ke tempat penggembalaan dan malam hari dibawa ke dekat pemukiman dan biasanya tanpa kandang, ternak hanya diikat di belakang rumah petani, dan belum biasa memberikan pakan tambahan. Selain produksi dagingnya, kerbau juga sebagai penghasil susu yang diolah dan dijual petani dalam bentuk dadih di Sumatera Barat serta gula puan, sagon puan dan minyak samin di Sumatera Selatan. Secara umum produktivitas susu masih rendah yaitu sekitar 1−2 liter/ekor/hari. Dibandingkan dengan ternak sapi, ternak kerbau agak kurang mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Konsekuensinya, produktivitas ternak relatif rendah, bahkan populasi ternak kerbau di Sumatera hanya sedikit meningkat, walaupun masih jauh lebih tinggi dari rataan nasional.
A. Produksi Susu
Produksi susu yang tinggi pada induk sedang laktasi selama bulan pertama berpengaruh terhadap bobot tubuh induk dan dapat mengakibatkan penurunan bobot tubuh selama bulan pertama setelah melahirkan. Penurunan bobot tubuh ini disebabkan oleh beberapa faktor misalnya nutrisi induk selama sebelum dan sesudah beranak, musim beranak dan cara pemeliharaan. Akan tetapi faktor cekaman laktasi belum jelas. Kehilangan bobot tubuh selama laktasi sepenuhnya normal sehingga diperlukan energi tersedia yang tinggi untuk produksi susu tanpa menyebabkan beban berlebihan pada sistem pencernaan. Perlunya tata laksana pemberian pakan yang baik pada saat bunting dan laktasi agar tersedia cadangan yang cukup pada waktu beranak dan mencegah kehilangan bobot tubuh yang berlebihan selama laktasi.
Produksi susu yang tinggi diinginkan untuk anak-anaknya dan kelebihannya untuk konsumsi manusia. Masa laktasi yang lama dan berkelanjutan setelah anaknya disapih penting bagi ternak perah. Musim beranak, jumlah laktasi dan umur pertama kali beranak mempengaruhi produksi susu. Ternak yang beranak dari bulan Januari sampai Juni menghasilkan susu lebih banyak dari pada yang beranak bulan-bulan lainnya.
Besarnya produksi susu yang dihasilkan selama masa laktasi dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya pertumbuhan dan perkembangan sel-sel sekretoris kelenjar ambing selama kebuntingan, ketersediaan zat-zat makanan sebagai bahan untuk sintesa susu dan laju penyusutan sel-sel sekretoris selama laktasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sintesa susu melalui dua jalur yaitu filtrasi dan sintesis. Kecepatan sintesis dan filtrasi susu tergantung dari konsentrasi precursor di dalam darah yang merupakan ekspresi dari kuantitas dan kualitas suplai pakan.
Bangsa kerbau perah yang didatangkan dari daerah beriklim sejuk rentan sekali terhadap cekaman panas. Untuk itu tata laksana pemeliharaan dan pemberian pakan harus diperhatikan guna menekan sekecil mungkin pengaruh cekaman panas tersebut. Rendahnya bobot tubuh ternak perah di Indonesia mungkin merupakan hasil akhir adaptasi terhadap lingkungan yang lembab dan tropis.
Bangsa kerbau dan jumlah laktasi berpengaruh terhadap produksi susu. Produksi susu maksimum tercapai pada umur 4-5 tahun atau pada laktasi ketiga dan tidak menurun drastis selama tiga tahun berikutnya dimana dianggap hampir semua bangsa kambing berbiak sekali dalam setahun. Susu yang dihasilkan setiap hari akan meningkat sejak induk beranak kemudian produksi akan menurun secara berangsur-angsur hingga berakhirnya masa laktasi. Puncak produksi susu akan dicapai pada hari 21-49 setelah beranak. Produksi susu kambing berkisar 1-3 kg per ekor per hari tergantung bangsa kambing, masa laktasi, suhu lingkungan, pakan, jumlah anak perkelahiran dan tata laksana pemeliharaan.

Artikel Terkait:


Related Articles



1 Response to "Sejarah Peternakan Kerbau Indonesia"

  1. Anonim says:

    Tidakkah pendekatan komprehensip mengemukakan unggulan masing-masing ternak terkait situs pengmbengannya; namun kemudian pertimbangan pasar; di sini pula komoditas apa? Mengapa dilihat hanya dari susunya, kalau susu lewat pedet/ gudel ada nilai tanbah! Sekaligus membantu menaikkan populasinya dan memanfaatkan pakan yang (sisa0 ada.

Posting Komentar