Facebook | Contact Us Copyright 2011. www.softkid.net . All Right Reserved


MINERAL MIKRO

Mineral Mikro

Unsur mikro, disebut pula unsur hara, mikro-mineral atau "trace mineral," adalah mineral-mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat lah sedikit. Sembilan unsur yang sampai kini dianggap esensial, yaitu: Cr, Co, Cu, J, Fe, Mn, Mo, Se dan Zn. Dengan bertambahnya penelitian daftar unsur-unsur ini tentu akan bertambah panjang, apabila alat-alat analisis dan cara-cara yang baru untuk memurnikan unsur-unsur telah ditemukan.

Besi (Fe)
Lebih dari 90% besi yang terdapat dalam tubuh, terikat pada protein, dan terutama pada hemoglobin, yang mengandung besi sebanyak 0,34%. Kebanyakan besi terdapat dalam molekul heme yang mempunyai di tengah lingkaran porfirin dan merupakan bagian dari hemoglobin, yaitu yang terdiri atas empat lingkaran porfirin yang terikat pada globin. Besi juga terdapat dalam mioglobin. Mioglobin adalah serupa dengan hemoglobin kecuali hanya mengandung satu lingkaran porfirin. Fe ion pada hemoglobin mengikat oksigen secara reversibel:

Mioglobin mempunyai afinitas yang lebih besar daripada hemoglobin, dan berfungsi untuk menyinipan oksigen di dalam sel. Serum darah mengandung suatu senyawa yang mengadung besi yang disebut transferitin, yang menyangkut Fe ke segala penjuru tubuh, khususnya ternpat-tempat pembuatan sel-sel darah merah, terutama sumsum tulang. Besi juga terdapat dalam hati, limpa dan tulang sebagai ferritin dan henro-siderin.
Fungsi. Fungsi Fe yang terpenting adalah untuk absorpsi dan transport 02 ke sel-sel dan di sel-sel ini dalam statusnya yang reversibel 02 dilepaskan dan mengikat C02 - 02 kemudian disimpan dalam ikatan dengan mioglobin di dalam sel. Fe merupakan pula kornponen yang aktip dari beberapa enzime, yaitu sitokroni perioksidase dan katalase. Semua proses metabolisme yang me¬nyangkut Fe tergantung pada pcrubahan ferro menjadi ferri, dengan sederhana dapat dikatakan bahwa fungsi Fe yang utama adalah sebagai mediator proses¬-proses oksidasi. Besi berfungsi untuk mengangkut 02 dan C02, juga sebagai pengangkut hidrogen kepada sel sebagai bagian dari sistem transport elektron dalam sel. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Fe berfungsi dalam sintesa Kollagen, yang diduga dengan jalan hidroksilasi terhadap prolin dan lisin.
Gejala defisiensi. Oleh karena Fe merupakan bagian dari hemoglobin, kekurangannya menyebabkan hambatan sintese. sel-sel darah merah oleh sum¬sum tulang. Oleh karena sel darah merah hanya mempunyai jangka hidup yang pendek, maka perlu penggantian yang kontinyu. Untungnya dalam katabolisme dari sel-sel ini, kebanyakan dari Fe dapat digunakan lagi. Dengan demikian kebutuhan tubuh setiap hari untuk hewan yang sehat sangat sedikit, penam¬bahan kebutuhan hanya pada saat kebuntingan dan perdarahan yang banyak. Kalau sintesa terganggu maka jumlah sel darah merah berkurang dan kadar hemoglobin rendah, kondisi ini disebut anemia, itu karena kekurangan Fe banyak terjadi pada hewan yang cepat bertumbuh, yang hanya diberi air susu, karena kadar Fe dalam air susu rendah.. Anemia karena Fe tidak biasa pada pedet, anak domba dan lain-lain ruminansia oleh karena biasanya mereka tidak dikandangkan terus menerus, dan biasanya telah mulai makan makanan lain pada awal hidupnya. Karena telur mengandung 1 mg Fe, petelur perlu mendapat banyak Fe, tetapi kebanyakan makanan ung¬gas telah cukup mengandung Fe.
Sumber. Pada umumnya, Na dan Fe dalam bahan makanan cukup untuk memenuhi kebutuhan hewan normal. Sehingga hanya pada keadaan tertentu yang telah disebut suplementasi Fe diperlukan.

Tembaga (Cu)
Tembaga dan besi sering dibicarakan bersama, karena mempunyai sifat yang sama dan kepentingan yang sama dalam pembentukan hemoglobin. Tetapi Fe adalah bagian dari molekul hemoglobin sedangkan Cu tidak. Cu ter¬dapat disemua jaringan tubuh, hati, otak, jantung dan ginjal mengandung Cu dengan kadar yang tinggi. Cu dalam darah terdapat baik dalam plasma maupun dalam eritrosit dalam konsentrasi yang hampirsama. Sebagian besar Cu dalam plasma terdapat sebagai Seruloplasmin dan yang dalam eritrosit sebagai eritrokuprein (pada manusia) atau hemokuprein (pada sapi).
Fungsi fisiologik dan gejala defisiensi. Fungsi Cu adalah sebagai biokatalisator dalam tubuh dan dari semua peristiwa yang dikenal, enzime yang tergantung pada Cu adalah metallo-protein, yaitu protein yang mengikat Cu. Di antara kupro enzime adalah sitokrom oksidase, dopamine beta hidroksilase, urat oksidase, super oksida dismutase, tirosinase dan livil oksidase. Dalam beberapa hal, gejala defisiensi ada kemungkinan untuk dihubungkan dengan, rendahnya aktivitas salah satu dari enzime itu.
Keadaan patologik yang pertama dihubungkan dengan kekurangan Cu adalah anemia pada hewan muda. Oleh karena Cu bukan bagian dari hemoglobin diduga bahwa ia menstimulasi bematopoiesis. Keadaan patologik lain yang telah lama diketahui dan akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian adalah tak-berfungsinya jaringan pengikat, kerapuh¬an tulang dan gangguan kardiovaskuler. Pada literatur gejala pada manusia, misalnya: gangguan tulang termasuk kelumpuhan, pembengkakan sendi dan kerapuhan tulang. Ini diduga kegagalan untuk mengendapkan tulang dalam matriks organiknya, yaitu kartilago. Sekarang diketahui bahwa kesalahannya terletak matriks organiknya, yaini karena kegagalan pembentukan kollagen, senyawa utama dalam kartilago, dan ini disebabkan karena kekurangan Cu. Pada defisiensi Cu, kollagen gagal untuk membentuk "cross linkage" dan pemasakan, karena kekurangan lisil oksidase, suatu metallo enzime. Ini adalah amino oksidase yang diperlukan untuk oksidasi karbon epsilon dari lisina yang bereaksi dengan lain senyawa menjadi "cross-linkage" yang normalnya ter¬dapat dalam kollagen yang kuat dari kartilago.
Salah satu gejala defisiensi Cu yang lalu disebut "falling-disease" yang terdapat di Australia. Ini dilaporkan bahwa hewan menunjukkan gangguan koordinasi dan terjadi kematian mendadak setelah jatuh. Pecahnya pembuluh darah aorta dan pembuluh-pembuluh yang lain telah dilaporkan. Keadaan ini juga diketahui sekarang karena kegagalan "cross-linkage" pada kollagen yang normal yang terdapat dalam elastin yang melapisi jantung dinding pembuluh darah. Aorta hewan yang kekurangan Cu mengandung sedikit elastin dan lebih banyak kollagen yang mudah larut daripada normal, dengan hasil lemaknya dinding pembuluh.
Kekurangan pigmen pada hewan dan manusia yang kekurangan Cu telah lama diketahui. Dalam beberapa hal misalnya pada kelinci. Warna hitamnya berubah menjadi kelabu dan ada gejala-gejala yang lain. Kondisi ini dapat diterangkan dengan rendahnya tirosinase pada hewan yang menderita kekurangan Cu. Tirosinase adalah Cu metallo enzime yang meng-katalisasi
pembentukan melanin. Juga pada hewan yang menderita defisiensi Cu, menun-jukkan kehilangan kekeritingan pada wool dan wool menjadi lurus dan kaku, yang disebut "stringy" atau "steely" wool. Ini secara ekonomik penting untuk produksi wool. Penyebabnya adalah kegagalan pembentukan ikatan di-sulfida. Diperkirakan bahwa enzime yang mengandung Cu mungkin secara langsung atau tidak langsung ikut serta dalam oksidase gugusan sulfhidral dalam wool menjadi bentuk disulfide.
Interaksi antara Cu, Mo dan sulfat. Di beberapa bagian dunia, misalnya di tanah kapur di Inggris dan di tanah-tanah gambut (Peatsoil), sapi yang digembalakan pada daerah-daerah ini kelihatan kurus dan pada beberapa peristiwa terjadi diare. Di Inggris gejala ini disebut "peat scuurs." Hijauan di daerah ini mempunyai kadar Mo yang sangat tinggi (20 - 100 mg/kg) sebagai pembanding kadar normal pada hijauan 0,5 - 3,0 mg/kg. Penelitian-penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa gejala ini karena keracunan Mo, Tetapi, kemudian dapat ditunjukkan bahwa kondisi ternak dapat diperbaiki dengan pemberiari, CuSO4 dalam makanan, dengan demikian dapat diketahui adanya interaksi antara Cu dan Mo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelebihan Mo menyebabkan ekskresi Cu dari tubuh, sehingga memperbesar kebutuhan Cu. Peneiitian yang lebih akhir di Australia menunjukkan bahwa Mo menun¬jukkan pengaruhnya apabila sulfat terdapat dalam makanan. Dengan demikian diketahui ada interaksi antara Cu, air dan sulfat. Telah dapat dittmjukkan pula apabila kadar Mo dalam hijauan rendah sekali, keracunan Cu dapat terjadi dengan pemberian Cu yang lebih kecil, dibanding kalau kadar Mo normal. Sapi kelihatannya lebih peka terhadap kelebihan Mo daripada domba sedangkan kuda kelihatannya tidak terpengaruh.
Keracunan. Kondisi yang terjadi karena pemberian garam tembaga yang cukup banyak, terutama pada domba. Kondisi Cu yang berkelebihan terus menerus dalam jangka lama menyebabkan penlmbunan Cu di dalam jaringan tubuh, terutama dalam hati. Oleh karena itu kemungkinan terjadi penimbunan racun, maka harus berhati-hati memberikan Cu dalam makanan hewan. Dom¬ba adalah yang paling peka sedangkan babi sangat toleran, demikian pula sapi. Domba peka terhadap makanan yang mengandung 20 - 30 mg Cu/kg. , Apabila domba diberi campuran konsentrat bersama dengan hijauan untuk penggemukan, maka kadar Cu dalam konsentrat 40 mg/kg, akan menyebabkan keracunan. Dalam semua kejadian, penimbunan Cu dalam hati ini sedikit demi sedikit sampai mencapai kadar yang berbahaya yaitu 100 mg/kg jaringan hati kering bebas lemak. Keracunan Cu ini pernah pula dilaporkan pada domba yang digembalakan pada pangonan dengan kadar Cu 10 - 20 mg/kg hijauan kering apabila kadar Mo-nya rendah. Tetapi kebanyakan terjadi karena peng¬gunaan garam Cu untuk domba yang diberi hijauan berkadar Mo rendah.
Sumber. Tembaga banyak terdapat dalam bahan makanan dan biasanya cukup untuk.ternak. Tetapi kadar Cu dalam tanaman tergantung kadar Cu tanah dan ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Tanah yang mengalami erosi atau tanah yang drainase air kurang baik, mungkin kadarnya rendah. Kadar Cu dalam air susu rendah, sehingga pemberian Cu perlu diperhatikan. apabila pemberian Fe untuk anak babi dikerjakan.

Cobalt (Co)
Penyakit pada sapi dan domba yang ditandai dengan kekurusan dan kelesuan telah dikenal lama di Australia, New Zealand, Asia, Eropa dan Amerika. Beberapa nama penyakit ini adalah: "pining", "salt-sickness," "bush sickness," atau "vinguish." Semua penyakit ini dapat disembuhkan dengan pemberian garam yang mengandung kobalt.
Fungsi dan gejala-gejala defisiensi. Fungsi fisiologi kobalt baru diketahui
setelah vitamin B12 diketemukan dan diketahui mengandung mineral ini. Co dalam makanan digunakan oleh mikro-organisme dalam rumen untuk men¬sintesa vitamin B12, sehingga apabila kekurangan Co terjadi defisiensi vitamin B12 pada ternak ini. Kehilangan berat tubuh yang menyertai nafsu makan yang jelek disebabkan kekurangan vitamin B12. Ini dibuktikan dengan suntikan vitamin B12 ke dalam tubuh hewan yang kekurangan Co dengan cepat menyem¬buhkannya, sedang injeksi Co tidak mcniberikan hasil tetapi Co dalam makanan dapat berhasil seperti dengan suntikan vitamin B12. Secara ekonomik lebih murah diberikan Co pada ruminansia, daripada vitamin B12, sedang cara pemberiannya juga mudah melalui makanan.
Ruminansia yang mendapat makanan dari padang pangonan yang kekurangan Co, biasanya memerlukan waktu beberapa bulan untuk dapat terlihat gejala-gejalanya, karena selama itu dapat menggunakan persediaan vitamin B12 yang ada di dalam hati dan ginjal. Apabila reserve ini telah mulai habis, terjadi penurunan nafsu makan sedikit demi sedikit, diikuti oleh turun¬nya berat badan, kemungkinan hilangnya otot-otot tubuh, pika, anemia dan kematian. Kalau kekurangan dalam hijauan hanya sedikit kelesuan hanya ter¬jadi pada akhir musim kemarau dan permulaan musim hujan, dan ini menyebabkan kesukaran pemeriksaannya. Cara terbaik untuk men¬diagnosenya, yaitu dengan memeriksa kadar Co dalam hijauan, kadar yang kurang dari 0,1 mg Co/kg bahan kering dapat dikatakan rendah dan perlu suplementasi.
Non-ruminansia perlu vitamin B12 karena mikroorganisme yang mem-produksi vitamin ini terdapat di kolon/caecum sehingga absorpsi sedikit sekali atau tidak ada, karena hampir semua diekskresikan melalui feses. Feses adalah sumber vitamin ini yang baik, sehingga hewan yang cukup memakan fesesnya mungkin tidak perlu tambahan vitamin ini dalam ransumnya.
Sumber. Kebanyakan bahan makanan mengandung Co dan pasture yang normal mengandung 0,1 - 0,25 mg/kg bahan kering, beberapa makanan konsentrat lebih tinggi daripada hijauan. Pemberian Co-sulfat adalah efektif seperti juga suatu pellet cobalt-okside. Pellet ini apabila dimakankan kepada ternak akan tersangkut pada retikulumnya dan ini dapat terus memberikan sedikit-sedikit Co ke rumen. Cara yang lebih biasa yaitu dengan mencampurkan garam Co dengan garam dapur. dan ternak dapat memakannya sebanyak dia mau. Co-sulfat dapat pula diberikan sebagai pupuk pada hijauan dengan kadar 1,5 kg/ha-ini juga efektif untuk mencegah adanya defisiensi.
Keracunan. Terlalu banyak Co meracun, tetapi jarak antara yang dibutuhkan dan yang meracun sangat jauh sehingga praktis tidak terdapat pada ternak. Jumlah yang meracun pada sapi yaitu sekitar 1 mg per berat badan per hari, sedangkan domba lebih tahan dan dapat toleran sampai 3,5 mg/kg per hari. Kebutuhan Co sekitar 0,05 - 0,07 mg/kg ransum.
Yodium (J)
Kadar yodium dalam tubuh sangat sedikit dan diperkirakan pada hewan dewasa kadar ini hanya sekitar 0,6 mg/kg berat badan. Tetapi mineral ini mem-punyai peranan penting dalam metabolisme tubuh.
Fungsi dan gejala-gejala defisiensi. Fungsi utamanya adalah sebagai penyusun Tiroksin, yaitu suatu hormon yang diproduksi oleh glandula tiroidea dan diiodotirosin, yaitu suatu senyawa antara dalam produksi Tiroksin dari tirosin.
Kedua komponen ini terdapat dalam kelenjar tiroidea sebagai protein, tiroglobulin, yang menyimpan Tiroksin dan kemudian membebaskannya apabila diperlukan ke dalam sirkulasi untuk merangsang metabolisnme.
Kekurangan J menyebabkan rendahnya produksi tiroksin dan salah satu manifestasi dari kekurangan ini adalah terlihat adanya pembesaran kelenjar thyroidea yang disebut gondok endemik, leher kelihatan membengkak. Gejala defisiensi yang penting secara ekonomis yaitu gangguan reproduksi pada betina. Dalam keadaan defisiensi yang sangat induk' melahirkan anak tanpa bulu, lemah atau mati.
Tirotropiry dari kelenjar Pitutaria anterior menstimulasi tiroidea untuk mem¬produksi tiroksin. Kalau kadar tiroksin dalam darah rendah karena digunakan untuk metabolisme, kelenjar pitutaria distimulasi. Untuk melanjutkan pro¬duksinya sehingga terjadi keseimbangan tiroksin.
Gondok juga terjadi pada hewan yang diberi makan makanan yang mengandung senyawa goitroge,nik, misalnya kobis, kedele, dan kacang¬kacangan. Senyawa goitrogen dapat dideteksi dalam air susu sapi yang diberi makan makanan tersebut di atas. Goitrogen juga terdapat dalam cassava baik dalam daun maupun dalam umbinya, dalam bentuk thiosianat, yaitu suatri sianogenik glusida, 5-vinil-2-thioksazolidone. Thiosianat ini dapat dicegah dengan pemberian jumlah yodium yang cukup dalam makanan. Sehingga efeknya banyak terjadi pada daerah-daerah yang kadar J dalam makanan ren¬dah.
Sumber. Kebanyakan bahan makanan mengandung sedikit yodium, sumber yang terbaik adalah bahan makanan berasal dari laut misalnya tepung ikan dan rumput laut. Banyak daerah-daerah di Indonesia yang kadar yodium dalam tanah rendah sehingga terjadi defisiensi baik pada orang maupun ternak, dan perlu pemberian garam beryodium. Garam yang dibuat dengan diuapkan di bawah matahari banyak kehilangan yodium.

Mangan (Mn)
Dalam jumlah yang kecil Mn hampir terdapat di semua jaringan tubuh. Jumlah yang besar terdapat dalam tulang, hati, ginjal, pankreas dan-pituitaria. Ini mempunyai fungsi dalam metabolisme intermedier dpngan mengaktifkan beberapa enzime.
Fungsi dan gejala-gejala defisiensi. Fungsi Mn secara biokimia sukar diketahui. Mn mungkin mengaktifkart beberapa enzime, tetapi dengan adanya ion-ion divalen yang lain terutama Mg yang juga aktip peranan Mn ini tidak menyendiri. Mn scbagai penyusun piruvat karboksilase sehingga defisiensinya menghambat metabolisme karbohidrat. Mn juga mempunyai peranan yang spesifik dalam sintesa mukopolisakaride dari kartilago, dan kekurangannya menyebabkan suatu sindrom yang pada ayam perosis atau "slipped tendon." Kartilago dari ayam yang kekurangan Mn mengandung asam heksuronat lebih sedikit daripada yang dari ayam normal. Kelihatannya paling sedikit ada dua enzime yang ikut serta berfungsi:
1. polimerase yang menycbahkan pemanjangan rantai polisakaride dan
2. galaktosiltransferase yang menyatukan galaktose ke dalam komponen prote¬in.
Fungsi biokimia dari Mn ini kurang nyata sebagai penyebab beberapa gejala defisiensi. Kelainan tulang dan kebanyakan kejadian adalah pembengkokan kaki di mana tulang humeri lebih pendek dari normal. Tulang mengandung lebih sedikit abu, berat jenisnya rendah dan mudah patah. Gang¬guan reproduksi adalah biasa pada hewan-hewan yang kekurangan yaitu estrus irreguler, resorpsi foetus, atau anak yang lahir lemah atau mati. Defisiensi pada unggas mengurangi daya tetas dan ketebalan kulit telur; ayam yang sedang tum¬buh menderita retraksi kepala. Kelumpuhan sering juga merupakan gejala kekurangan Mn. Kadar fosfatase dalam tulang rendah sehingga dapat diduga bahwa Mn berfungsi dalam oksidasi fosforilasi. Hewan yang kekurangan Mn lebih peka terhadap kekejangan tetapi fungsi Mn dalam otak belum diketahui.
Sumber. Unsur ini tersebar luas, dalam bahan makanan dan hijauan cukup mengandung Mn. Jagung, ragi, dan produk hewan adalah sumber yang kurang baik. Makanan ayam yang banyak mengandung jagung perlu diberi suplementasi Mn. Bekatul, dedak gandum, dan makanan hijau adalah sumber yang baik.
Keracunan. Tanaman yang tumbuh dalam tanah asam sering mengan¬dung Mn sampai 500 - 600 mg/kg bahan kering. Ayam dapat diberi. Mn sam¬pai 0,1 % tanpa gejala-gejala keracunan.

Seng (Zn)
Zn terdapat pada semua jaringan tubuh, tetapi sebagian besar terdapat dalam tulang. Jumlah yang besar juga terdapat dalam kulit, rambut dan bulu hewan. Unsur ini pertama kali diketemukan sebagai unsur yang esensial pada tikus dalam tahun 1934, sejak ini telah ditunjukkan bahwa unsur ini diperlukan untuk manusia dan hewan yang lain.
Fungsi dan gejala-gejala defisiensi. Zn berfungsi dalam metabolisme melalui dua cara: 1. sebagai komponen dari enzime dan 2. mempengaruhi konfigurasi struktur ligand-ligand organik non-enzime tertentu. Sifat-sifat dari 20 metalloenzime yang mengandung Zn dan enzime-enzime yang diaktipkan oleh Zn telah diselidiki di antara enzime-enzime ini adalah: alkali fosfatase, alkohol dehidrogenase, karbonat anhidrase, laktat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, dan karbopeptidase. lnformasi menunjukkan beberapaenzime baru seperti: RNA polimerase, DNA polimerase, timidine kinase dan lain-lain. Sehingga penurunan alkali fosfatase dalam darah menunjukkan ge¬jala kekurangan seng ini. Beberapa ligand non-enzime yang dengan Zn membentuk senyawa kompleks adalah alpha-2-makro-globulin glikoprotein dalam serum yang mengikat dengan kuat sekitar 30% Zn dalam plasma, dan albumin yang mengikat sekitar duapertiga Zn dalam plasma, sedang asam amino tertentu mengikat kira-kira 2%. Zn juga mengikat ferritin, nukleopro¬tein dan lain-lainnya.
Proses-proses yang sangat dipengaruhi oleh kekurangan Zn adalah metabolisme DNA, RNA, protein, dan mukosakkharide. Defisiensi Zn pada semua hewan menyebabkan pertumbuhan terlambat sebagai akibat kurang dapat digunakannya protein dan sulfur. Defisiensi Zn secara tidak jelas menyebabkan gangguan metabolisme glukose, yang mungkin karena berkurangnya pengambilan glukose oleh sel.
Oleh karena Zn berperanan dalam banyak proses-proses metabolisme yang penting, banyak sistema dalam tubuh yang terganggu kalau terjadi kekurangan, terutama dalam fase pertumbuhan yang cepat. Reproduksi terganggu pada laki-laki dan hewan jantan, karena Zn mempengaruhi pemasakan gonad. Pada babi dijumpai adanya pertumbuhan subnormal, hilangnya nafsu makan, konversi makanan yang rendah, dan parakeratosis. Parakeratosis adalah kemerahan kulit yang diikuti oleh erupsi dan kemudian terjadi keropeng. Defisiensi ini sering terjadi apabila makanannya kering. Defi¬siensi Zn dapat diperhebat oleh adanya Ca yang tinggi dalam makanan. Kadar fosfor yang tinggi juga antagonik dengan Zn Gejala defisiensi pada ayam yang bertumbuh adalah pertumbuhan yang jelek, pembentukan bulu yang jelek, parakeratosis, dan pembengkakan persendian tarso-metatarsus. Defisiensi Zn pada sapi banyak dijumpai di beberapa daerah. Pada pedet defisiensi menyebabkan terjadinya radang kulit sekitar mulut dan hidung, kaku sendi, kulit kaki kasar dan beikeropeng, dan parakeratosis sapi dewasa, terlihat adanya kchilangan rambut pada ujung ekor. Gangguan reproduksi juga dijumpai. Pada manusia, yang banyak dipengaruhi adalah laki-laki pada masa pubertas. Terjadi gangguan pertumbuhan dan kegagalan alat kelamin tumbuh normal dan aspek endokrinologik adalah hipopituitaria. Penyebab utama pada manusia maupun hcwan non-ruminansia adalah tertentu yaitu banyak yang mengkonsumsi fitase, sehingga asam fitat dan serat kasar akan mengganggu absorpsi Zn dalam usus. Tetapi pada ruminansia tidak menganggu karena adanya fitase yang dikeluarkan olch mikro-organisme dalam rumen.
Sumber. Unsur ini tersebar luas di alam, Ragi dan bahan makanan asal hewan kaya akan Zn. Seng juga terdapat dalam bekatul dan lembaga padi¬-padian tetapi sayangnya banyak yang terikat pada fitin. Pada babi dan unggas suplementasi Zn dianjurkan.
Keracunan. Kadar 2000 mg/kg akan menyebabkan keracunan pada semua ternak, tetapi jarak antara kebutuhan dan keracunan sangat jauh

Molibdenum (Mo)
Meskipun Mo telah lama diketahui sebagai unsur yang penting pada tanaman, tetapi kepentingannya dalam tubuh hewan baru saja diketahui. Nyatanya Mo dianggap sebagai unsur toksik daripada unsur yang diperlukan. Seperti telah disebutkan di muka keracunan Mo ini berhubungan dengan tem¬baga dan belerang.
Fungsi dan gejala defisiensi. Mo pertama kali digolongkan dalam unsur yang esensial pada waktu diketahui kalau unsur ini merupakan penyusun en¬zime xantin oksidase yang berfungsi dalam metabolisme dari purin. Molibdenum juga sebagai konstituen nitrat reduktase yang berguna untuk konversi nitrat menjadi nitrit dalam tanaman. Juga sebagai konstituen dehidrogenase dalam bakteri.
Sumber. Unsur ini tersebar luas dalam alam, sehingga tidak ada bahaya kekurangan pada keadaan praktek..

Selenium (Se)
Untuk beberapa tahun mineral ini dianggap penting hanya karena sifat¬nya meracun. Sekarang telah dibuktikan bahwa unsur ini perlu ada untuk keperluan beberapa jenis hewan dan juga manusia.
Fungsi fisiologi dan gejala defisiensi. Seperti halnya beberapa zat gizi gejala-gejala defisiensi telah dikemukakan sebelum fungsi biokimianya diketahui. Dalam tahun 1957, diketahui bahwa Se dapat mencegah terjadinya nekrosis hati pada tikus. Tanda-tanda defisiensi lainnya kemudian dilaporkan pada hewan-hewan yang lain, yaitu: diatesis exudatip pada ayam, miopatia lam¬bung kalkun dan nekrosis hati pada babi. Gejala-gejala ini dijumpai pada hewan yang diberi makanan yang tumbuh dari tanah yang kekurangan Se. Sehingga ditekankan bahwa kekurangan ini terjadi pada keadaan praktis. Kekurangan Se ini juga menimbulkan distropia otot pada domba yang disebut pula dengan "white muscle disease". Keadaan ini dapat dijalankan secara eksperimental dengan pemberian makanan yang dimurnikan, tanpa mengan¬dung Se.
Glutation peroksidase diketahui sebagai selenoenzime dan aktivitasnya dihambat pada keadaan kekurangan Se. Kekurangan enzime ini dapat untuk menerangkan adanya gejala defisiensi, karena ini sebagai katalisator untuk mentransfer pereduksi dari glutation yang tereduksi kepada hidrogen peroksida atau kepada lipida pcroksidase. Pada permulaan lienelitian tentang Se dan vitamin E, terjadi keragu-raguan tentang hubungan Se, vitamin E dan asam¬asam amino yang mengandung sulfur. Kemudian ternyata bahwa Se dalam glutation peroksidase melindungi jaringan terhadap kerusakan yang ditim¬bulkan oleh lipida peroksidase dengan jalan merusak peroksidase tersebut, sedang asam amino yang mengandung S adalah prekusor glutation perpksidase. Vitamin CE adalah anti oksidan yang mungkin mencegah terjadinya pemben¬tukan peroksidase. Ada bukti-bukti yang menunjukkan selenoenzime yang lain dalam luhuh dan ini mungkin berfungsi dalam transfer elektron.
Keracunan. Di tempat-tempat tertentu di Amerika, terjadi keracunan Se, yang disebul", alkali disease" dan "blind staggers." Alkali disease adalah ben¬tuk kronik yang tcrjadi sefelafi dalam waktu yang Iama makan spesies tanaman tertentu yang mengandung Se 30 mg/kg bahan kering. Keracunan Se terjadi pada kuda, sapi dan domba dan gejalanya sama, yaitu: kelesuan, kaku sendi, kelumpuhan, lepasnya kuku dan kelainan lainnya. "Blind staggers" adalah bentuk akut keracunan Se, terjadi kebutaan dan paralysis. Gulma tertentu dapat menimbun Se sehingga kadarnya 1,2 mg/kg bahan kering. Makanan yang mengandung 5 mg/kk d:rpat berbahaya terhadap ternak. Kadar dalam tanaman berhubungan erat dengan kadar Se dalam tanah, tanah dapat mencapai 40 mg/kg, sehingga lanah yang mengandung 0,5 mg/kg dapat dikatakan ber¬bahaya.
Kelebihan Se menyebabkankan gangguan reproduksi pada sapi, babi, domba dan ayam. Hewan-hewan muda lebih peka terhadap keracunan ini dan ham¬batan pertumbuhan adalah gejala pertamanya, yang kemudian diikuti dengan gejala lain yang telah disebutkan. Untungnya kejadian keracunan ini tidak tersebar luas di dunia dan kelihatannya kekurangan Se bahkan lebih tersebar dan suplementasi Se dapat dianjurkan dalam pemberian makanan secara praktis.

Kromium (Cr)
Kromium untuk pertama kali diketahui sebagai unsur yang esensial, pada tahun 1959, yang diketahui sebagai unsur yang diperlukan dalam metabolisme gula pada tikus dan laboratorium. Dengan demikian, Cr lebih banyak dibicarakan dalam hubungannya dengan "Glukose Toleranse Faktor (G T F), karena sejarah Cr dimulai dari observasi dengan pemberian ransum Torula¬Yeast pada tikus, yang menghasilkan kelainan G T F-nya. Dalam percobaan ini tikus yang kekurangan Cr tidak dapat menggunakan glukose yang diinjeksikan dalam dosis yarig tinggi secepat tikus, yang diberi suplementasi Cr dalam ran¬sumnya.
Perhatian terhadap Cr dan GTF bertambah besar pada pertengahan tahun empatpuluhan ketika didemonstrasikan pertambahan toleratlsi, glukose pada manusia dan orang-orang tua, setelah pemberian 150-250 mg Cr¬khloride per hari. Kemudian juga ditunjukkan adanya perbaikan terhadap anak-anak yang menderita malnutrisi dengan suplementasi Cr. Sekarang dapat diduga bahwa Cr adalah esensial bagi semua hewan.
Fungsi Fisiologi dan gejala-gejala defisiensi. Terdapat kekurangan pengetahuan kita terhadap metabolisme Cr. Mungkin lebih baik untuk menggolongkan bentuk-bentuk aktip dari GTF menurut kategori yang dapat diterima. GTF adalah mikronutrient yang penting yang mengandung Cr valensi tiga, tetapi ini tidak sesuai dengan diskripsi tentang mineral ataupun vitamin. Ini berbeda dari unsur mikro yang biasanya, dalam hal aktivitas Cr, tergantung dari struktur kimianya. Misalnya GTF bekerja sebagai suatu vitamin dalam tikus yang bunting yaitu untuk transport plasental, dan untuk manusia dewasa yang tidA dapat menggunakan Cr anorganik. Tetapi pada anak-anak yang kekurangan makan, Cr anorganik sangat efektif. Cr dalam bentuknya sebagai GTF menyerupai hormon dalam kerjanya, ini dilepaskan dalam darah sebagai respons terhadap rangsangan insulin. GTF cepat ditransport ke periferi di mana menstimulasi reaksi yang mempercepat penggunaan glukose dalam darah yang apabila tidak ada GTF ini reaksi tersebut berlangsung lebib lambat. Terlihat bahwa ada perbedaan dapatnya disintesa GTF dari Cr, niasin, dan asam amino sehingga akibatnya pengaruh GTF tergantung pada tingkatan pembentukan¬nya. Tidak diketahui di mana GTF disintese, mungkin dalam hati. Apabila ter¬jadi penambahan insulin dalam darah dengan cepat, GTF dilepaskan dan menambah potensi insulin.
Gejala-gejala defisiensi terutama berhubungan fungsi GTF. Pada hewan yang diberi makan ransum kekurangan Cr menunjukkan pertumbuhan terham¬bat, degenerasi nekrotik dari hati dan penggunaan glukose yang kurang efisien.
Sumber. Unsur ini tersebar luas di alam dan ragi bir banyak mengandung bentuk aktif Cr secara biologis yaitu GTF. Apakah elemen ini perlu diberikan pada ransum hewan belum diketahui.

Fluor (F)
Konsentrasi yang terbesar dalam tubuh terdapat dalam tulang dan gigi. Kepentingan F untuk mencegah karies pada manusia telah diketahui tetapi belum ada data yang jelas untuk membuktikan bahwa elemen ini perlu untuk metabolisme. Fluor banyak terdapat dan tersebar luas dalam alam. Meskipun dengan jumlah yang kecil diperlukan untuk mencegah karies tetapi jumlah yang besar adalah meracun. Pemberian 20 mg per kg bahan kering atau lebih menye-balkan suatu kondisi yang disebut fluorosis di mana gigi berbercak-bercak putih seperti kapur ("Mottled"), enamel mengalami korosi dan gigi rusak sehingga lubang pulpa kelihatan, gigi dapat juga menjadi tidak beraturan oleh karena adanya tekanan selama mengunyah, peka terhadap air dingin dan menyebabkan hilangnya nafsu makan.
Kelainan tulang dan sendi juga terjadi dengan tonjolan-tonjolan pada tulang panjang (exostosis).
F adalah racun yang akumulatip sehingga gejala keracunan terjadi dalam waktu yang lama. Bahaya keracunan ini adalah air minum yang mengandung fluor atau pemberian makanan dengan fosfat dari karang yang mengandung F pada hewan. Di beberapa negara jumlah F yang diperbolehkan ada dalam fosfat yang berasal dari batu karang dibatasi oleh peraturan. Campuran mineral yang mengandung lebih dari 0,3% F berbahaya untuk semua ternak.

Nikel (Ni)
Telah lama diketahui adauiya Ni dalam jaringan tubuh hewan, tetapi akhir-akhir ini diduga bahwa Ni merupakan unsur yang esensial. Dalam perco¬baan dengan ayam yang diberi makanan tanpa Ni dan tidak mungkin adanya kontaminasi Ni melalui air ataupun udara memperlihatkan gejala-gejala: kaki lebih pendek dan lebih tebal, hematokrit dan plasma kolesterol lebih rendah dan tingginya kadar kolesterol dalam hati, kulit kaki mengandung lebih sedikit pigmen lipokrome kuning. Kelainan ultra struktur adalah pembengkakan mitokhondria dalam sel-sel hepar. Apabila keadaan dan makanan yang sama diberikan pada tikus, tikus menunjukkan pertumbuhan yang lambat dan kema¬tian anak yang baru lahir. Demikian juga pada babi terlihat gangguan reproduksi disertai pertumbuhan dan bulu yang tidak normal dari anak¬anaknya.
Fungsi fisiologisnya belum jelas, tetapi beberapa postulasi adalah kemungkinan peranannya dalam pemeliharaan membran, prolaktin, metabolisme asam nukleat atau sebagai kofaktor dari enzime. Meskipun Ni adalah unsbr esensial suplementasi Ni dalam ransum tidak diperlukan.

Vanadium (V).
Kepentingan V pada dua spesies telah dikuatkan atas dasar beberapa fakta dari pusat-pusat penelitian. Kekurangan unsur ini menghambat pertum¬buhan bulu pada sayap dan ekor dari ayam. Kadar plasma kolesterol menjadi rendah pada ayam umur satu bulan yang kekurangan V tetapi menjadi tinggi kemudian. Perkembangan tulang abnormal. Pada tikus yang diberi makanan yang dipurifikasikan baik-baik dengan sumber protein asam-asam amino, dengan suplemen V terlihat adanya respon terhadap pertumbuhannya. Juga dilihat adanya pertambahan PCV (packed cell volume) dan pertambahan kadar besi dalam darah dan tulang pada tikus yang kekurangan V.Reproduksi tikus¬tikus ini terganggu.
Fungsi tersifat V secara biologis atau biokimia belum diketahui dengan pasti, mungkin ikut serta dalam reaksi oksidasi-reduksi, sebagai katalisator dan dalam beberapa hal metabolisme gigi dan tulang. Tidak pula diketahui kepen-tingannya secara praktis dalam makanan ternak.

Timah (Sn).
Dalam tahun 1970 dilaporkan bahwa timah ternyata esensial untuk tikus-tikus percobaan. Pertumbuhan menjadi lebih baik apabila Sn ditambakan dalam makanan yang dipurifikasikan, dan perbaikan pigmentasi gigi seri. padasalah satu percobaan, pemberian Sn dengan kadar 1-2 mg/kg makanan yang telah dipurifikasikan dengan asam amino sebagai bahan utamanya, terjadi per¬baikan pertumbuhan sampai "60%. Diduga Sn juga esensial untuk manusia maupun hewan, tetapi kepentingan praktisnya dalam makanan ternak diragukan.

Silikon (Si).
Semua jaringan tubuh hewan mengandung Si. Serum darah mengandung sekitar 1- 2 mg per 100 ml, dan ini terdapat dalam rambut, bulu dan wool. Peranan Si dalam tubuh belum berhasil ditetapkan.
Hijauan kaya akan Si dan terutama, karena selulose mengandung Si. Beberapa bahan makanan dapat mengandung sampai 0,7% Si, misalnya jerami padi dan dedak sangat banyak mengandung Si. Percobaan balans Si pada sapi perah menunjukkan bahwa beberapa dari Si dalam makanan ditahan dalam tubuh.
Peranan fisiologik yang bertentd dari Si terhadap pembentukan tulang belum diketahui. Tetapi penelitian in vitro menunjukkan pengumpulari Si pada tempat-tempat pembentukan tulang yang aktip. Sebagai hasilnya, diduga bahwa Si bcrpcranan bersama Ca dalam fase pertama kalsifikasi jaringan osteoid. Dalam hubungan ini, Si mungkin ikut serta dalam pembentukan kar¬tilago, seperti tcrnyata bahwa kadar, baik kartilago maupun mukopolisakaride, dari kartilago perscndian ayam yang defisiensi Si rendah. Oleh karena Si adalah komponen dari kolugcn yang menjadi perlekatan mukosakarida maka fakta ini menguatkan pendapat bahwa Si adalah mineral esensial.
Kenyataan yang menarik adalah kadar Si dalam beberapa jaringan hewan menurun dengan makin tuanya hewan. Misalnya kadar Si dalam aorta, kulit, timus menurun dengan nyala pada umur tua. Kadar Si dalam dinding arteri turun pada permulaan terjadinyu arterosklerosis, tetapi mekanisme perubahan ini tidak jelas. Meskipun kebutuhan Si telah diketahui untuk hewan-hewan percobaan tetapi kebutuhan untuk manusia dan ternak tidak diketahui, Si mungkin mem¬punyai implikasi yang penting dalam ilmu makanan yang praktis.

Brom (Br).
Beberapa laporan dalam tahun 1956 menunjukkan bahwa Br diperlukan untuk ayam. Laporan ini masih belum dikuatkan sehingga fungsi unsur ini dalam makanan belum jelas.

Aluminium (AI).
Baik tanaman maupun hewan mengandung sedikit unsur ini dalam tubuhnya, tetapi fungsi fisiologisnya belum dapat ditunjukkan, kecuali bahwa kadar A1 yang tinggi akan bersenyawa dengan fosfor dan menyebabkan gang¬guan absorpsi fosfor. Banyak senyawa antasida yang mempunyai basis aluminium hidroksida, hal ini pada manusia dapat mengurangi penggunaan fosfor, sehingga penggunaan antasida yang berlebihan dapat menghasilkan hipofosfatemia.

Nitrat
Kadar nitrat dalam hijauan penting karena hubungannya dengan keracunan pada ruminansia yang mengkonsumsi hijauan ini. Nitrat per se secara relatip tidak toksik dan toksisitasnya disebabkan oleh karena bentuk tereduksinya, nitrit. Mikroorganisme dalam rumen menghasilkan nitrat reduktase yang merubah nitrat menjadi nitrit yapg dapat diserap tubuh. Nitrit mengoksidasi ion ferro dalam hemoglobin, menjadi ferri dan terjadi metemoglobin sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dan terjadi gejala-gejala keracunan, yaitu: gemetar, jalan sempoyongan, pernafasan cepat, jatuh dan mati karena gangguan respirasi.
Banyak hijauan yang menyebabkan keracunan nitrat, tetapi kebanyakan dilaporkan di daerah-daerah pertanian jagung dan sorghum yaitu apabila sehabis digunakan pemupukan nitrogen terjadi kekeringan yang sangat. Ini mungkin berhubung dengan kurangnya air yang menyebabkan terhentinya per¬tumbuhan dan akumulasi nitrat pada batang dan daun. Silage yang dibuat dari tanaman demikian ini biasanya merupakan sebab utama terjadinya keracunan nitrat. Keracunan juga dilaporkan terjadi pada hijauan yang mengandung lebih dari 0,3% nitrat dalam bahan, kering, tetapi kadar yang mematikan lebih tinggi dari itu. Dosis lethalis dipengaruhi oleh beberapa faktor dan diduga sekitar 1% nitrat dalam bahan kering. Kalau bahan makanan mengandung nitrat dikon¬sumsi dengan cepat akan lebih berbahaya daripada kalau dikonsumsi secara pelan-pelan. Adanya karbohidrat yang larut misalnya dari padi-padian atau melasse, kelihatannya mengurangi bahaya keracunan ini.

Artikel Terkait:


Related Articles



0 Response to "MINERAL MIKRO"

Posting Komentar