Facebook | Contact Us Copyright 2011. www.softkid.net . All Right Reserved


IB, Transgenetik, tranfer embrio

INSEMINASI BUATAN
Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut.
Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi. Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci.
Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal.
Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi.
Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan.
Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.
Penanganan IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha untuk memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam bidang IB di Rusia adalah Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan Kuda Kerjaaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian IB. Dan dilah orang pertama yang berhasil melakukan IB pada sapi dan domba.
Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di Askaniya-Nova (1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39 kuda yang di IB, sedang dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Tahun 1914, Geuseppe amantea Guru Besar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan penelitian tentang spermatozoatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati dan ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk anjing. Berdasar penemuan ini banyak peneliti lain membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat yang pertama kali membuat vagina buatan untuk sapi, dan orang pertama yang membuat vagina buatan untuk domba dan kambing adalah Fred F. Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos J. Perry mendirikan koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di New Jersey.
Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.
Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.
Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi sekarang di daerah jalur susu Semarang – Solo – Tegal.
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.
Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat memberi harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi tidak diikuti oleh peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan bakunya.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.
Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.
Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.
Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978). Namun perkembangannya kurang memuaskan karena dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.
Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit.
Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan
Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
Tujuan Inseminasi Buatan
a) Memperbaiki mutu genetika ternak;
b) Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya ;
c) Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
d) Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
a) Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
e) Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
a) Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
b) Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
c) Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).

TRANSFER EMBRIO

Transfer embrio merupakan bagian dari teknologi reproduksi setelah inseminasi buatan yang tengah dikembangkan dalam dunia peternakan. Proses transfer embrio meliputi :

Metode sinkronisasi birahi dan superovulasi
Sinkronisasi birahi pada ternak resipien harus dilaksanakan pada hari yang sama pada semua ternak. Sinkronisasi birahi dapat dilakukan dengan beberapa cara, namun untuk keperluan transfer embrio pada umumnya menggunakan prostaglandin ( PGF2α ). Aplikasi teknik PGF2α dapat dilakukan dengan cara intramuscular, submukosa vulva atau secara intrauterine. Sinkronisasi birahi dalam rangka transfer embrio sebaiknya dilakukan secara intra uterin dengan teknik rektovaginal. Alat untuk mendepositkan PGF2α menggunakan kateter intrauterine atau plastic sheet AI Gun yang kemudian dimasukkan ke dalam uterus melalui vagina dipandu dengan tangan per rectal.
Superovulasi pada ternak donor dilaksanakan secara bersamaan dengan sinkronisasi birahi pada ternak resipien. Superovulasi dapat dilakukan dengan penyuntikan hormone PMSG dan HCG atau hormone FSH dan LH, dengan tujuan agar menghasilkan embrio dalam jumlah banyak.

Flushing embrio
Flushing pada proses transfer embrio adalah membilas uterus ternak donor dengan cara memasukkan cairan media ke dalam koruna uteri kemudian mengeluarkannya kembali untuk mendapatkan embrionya.
Teknik flushing dapat dilakukan dengan atau tanpa pembedahan. Teknik yang lebih aman dan lebih banyak digunakan adalah teknik tanpa pembedahan menggunakan foley catheter. Teknik ini dilakukan pada hari ke 5 – 8 yaitu ketika embrio hasil superovulasi sudah berada di koruna uteri namun belum mengalami implantasi.

Pengolahan embrio
Embrio yang diperoleh dari hasil flushing uterus ternak donor dapat langsung di transfer dalam bentuk embrio segar kepada ternak resipien atau disimpan dalam bentuk embrio beku untuk ditransfer kepada ternak resipien dikemudian hari.
Sebelum ditransfer kepada ternak resipien, embrio hasil flushing terlebih dahulu melewati tahapan berikut :
Identifikasi
Embrio yang berada didalam media flushing harus dapat di identifikasi terlebih dahulu agar tidak dikelirukan dengan sel epithel tuba fallopii. Proses ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop disekting pada pembesaran 25 -40 kali. Embrio stadium morula dini atau blastosis dengan kualitas excellent dan good layak dipergunakan untuk transfer embrio.

Pencucian
Apabila embrio segera ditransfer maka terlebih dahulu dicuci dalam media transfer dengan cara memindahkannya dari cawan petri ke petri lain sebanyak 3 kali, pengambilan embrio menggunakan pipet mikro atau pipet berkanula, proses ini dilakukan dibawah mikroskop disekting.

Pengisian straw
Embrio dimasukkan ke dalam straw bening dengan posisi :

MEDIA – UDARA – MEDIA EMBRIO – UDARA –MEDIA

Teknik transfer embrio
Teknik transfer embrio menggunakan embrio segar maupun embrio beku pada prinsipnya sama, kecuali pada transfer embrio beku diperlukan thawing embrio dan degliserolisasi untuk menghilangkan cryoprotectant yang ada dalam media embrio beku.
Straw yang telah berisi embrio dimasukkan kedalam TE Gun dengan langkah sebagai berikut :
Siapakan TE Gun steril, tarik stilet kira – kira sepanjang straw
Sisipkan straw ke ujung TE Gun dengan bagian straw yang terdapat plug pendorong berada dibagian bawah.
Tutup TE Gun dengan plastic sheet steril, pasang dengan benar dan kuat pengunci plastic sheet




MANIPULASI EMBRIO
Lajunya perkembangan teknologi reproduksi ternak, produksi embrio secara laboratorium atau in vitro dalam jumlah besar dengan teknologi fertilisasi in vitro (In vitro Fertilization = IVF) dimungkinkan saat ini. Dengan memanfaatkan limbah indung telur (ovarium) ternak dari rumah pemotongan hewan (RPH) dan setelah melalui beberapa proses seperti pematangan dan pembuahan sel telur serta pengembangan in vitro (IVM/IVF/IVC), embrio sapi atau domba dapat dihasilkan sperma telah terkapasitasi dan terjadi reaksi akrosom. Setelah terjadi pembuahan, sel telur mengalami aktifasi dan selanjutnya membelah 2-sel; 4-sel sampai tahap morula atau blastosit.
Kegagalan IVF sering terjadi karena embrio tidak mampu berkembang ketahap lebih lanjut atau embrio hanya mampu berkembang sampai tahap 4-sel. Ini disebut dengan istilah ‘early development block[ES][SQ]. Kejadian ini secara alami juga terjadi karena adanya perubahan sintesa protein pada embrio tahap 4-sel. Dengan menggunakan ko-kultur sel-sel somatis, monolayer saluran uterus atau oviduct, penambahan faktor pertumbuhan (growth factor), masalah ‘early development block[ES][SQ] dapat diatasi.
Masalah utama di Indonesia untuk pengembangkan teknologi IVF pada sapi yaitu tersedianya materi ovarium berkualitas baik dan dalam jumlah banyak tidak dapat terpenuhi. Teknik koleksi sel telur dari hewan hidup atau dikenal dengan istilah ‘OPU[ES][SQ] (ovum pick up)diharapkan dapat mengatasi persoalan tersebut terutama untuk program pemuliabiakan karena materi genetik berupa sel telur dapat dikoleksi dari donor hewan terpilih dari anak sapi (juvenile atau heifer) atau induk (cow). Dengan teknik IVF diharapkan kebutuhan masyarakat akan protein hewani dapat dipenuhi dengan cepat dan murah. Selain itu dengan teknik ‘OPU[ES][SQ], mutu ternak dapat diperbaiki lebih cepat karena jarak generasi dapat diperpendek.
Bidang pemakaian
• Industri embrio beku, pedet
• Unit transfer embrio
• Konservasi ex situ
Penggunaan/kegunanan
• Pemanfaatan limbah ovarium di RPH (Rumah Pemotongan Hewan)
• Menyediakan embrio segar atau beku untuk transfer embrio
• Materi penelitian (manipulasi embrio, biologi molekuler)
• Menyelamatkan sumber genetik hewan unggul
Tingkat hasil R & D
• Penguasaan teknik IVM/IVF/IVC
• Pengujian kelangsungan hidup embrio secara in vitro
Bentuk yang dialihlan
• Teknologi IVM/IVF/IVC terpilih
• Produksi embrio asal hewan mati atau hidup (teknik ‘OPU[ES][SQ])



TRANSGENIK
Hewan transgenik merupakan hewan yang diinjeksi dengan DNA dari hewan lain. Transformasi gen tersebut yang umumnya berasal dari spesies yang sama, tapi dapat juga berasal dari spesies berbeda yang dilakukan terhadap embrio sebelum hewan transgenik tersebut dilahirkan. Transformasi genetik diharapkan menyebabkan mutasi spontan sehingga genetik dari hewan yang ditransformasi termodifikasi sesuai dengan gen yang diharapkan muncul sebagai performans.
Hewan transgenik dikembangkan dengan 3 cara, yaitu mikroinjeksi DNA, transfer gen dengan media retrovirus dan transfer gen dengan media sel cangkokan embrionik. Mikroinjeksi DNA dilakukan dengan melakukan injeksi langsung gen terpilih yang diambil dari anggota lain dalam spesies yang sama ataupun berbeda ke dalam pronukleus ovum yang telah dibuahi. Transfer gen dengan media retrovirus menggunakan retrovirus sebagai vector, kemudian menginjeksikan DNA ke dalam sel inang. DNA dari retrovirus berintegrasi ke dalam germ untuk bekerja. Transfer gen dengan media sel cangkokan embrionik diaplikasikan dengan menggunakan sequence DNA yang diharapkan muncul ke dalam kultur in vitro sel cangkokan embrionik. Sel cangkokan dapat menjadi organisme lengkap. Sel kemudian berikatan dalam embrio pada tahap perkembangan blastosit (Bains, 1993).
Hewan yang telah berhasil dikembangkan menjadi hewan transgenik adalah mencit sebagai hewan pioneer yang pertama kali dibuat. Saat ini telah dikembangkan ke tikus, kelinci, domba, sapi dan babi. Salah satu tujuan dilakukan manipulasi genetik adalah untuk menghasilkan hewan yang memiliki karakter yang diharapkan (breeding).
Manipulasi genetik dilakukan untuk beberapa tujuan. Pada bidang pertanian, dengan manipulasi genetik dihasilkan hewan yang memiliki karakter yang diharapkan (breeding), pangan yang lebih sehat dihasilkan lebih cepat (kualitas pangan) dan resistensi terhadap infeksi bakteri yang tersebar bebas (resistensi penyakit). Bidang industri, produk baru (kambing yang menghasilkan sutra laba-laba) dapat diciptakan. Dalam bidang riset, memunculkan model riset baru (mencit transgenik) dan evolusi yang dipaksa (organisme baru dengan karakter yang lebih diharapkan).
Meskipun banyak potensi dan manfaat yang dapat diambil dari hewan transgenik, akan tetapi proses yang dilibatkan dalam pengembangan hewan transgenik di laboratorium berpotensi atau memiliki dampak yang buruk terhadap masa depan hewan yang dilibatkan. Proses yang terjadi dalam pengembangan galur transgenik baik di laboratorium maupun di hewan ternak secara potensial memiliki dampak utama terhadap hewan yang diamati. Area tertentu dimana masalah dapat terjadi adalah pada proses eksperimental yang berhubungan dengan produksi in vitro dan transfer embrio serta selama gestasi dan kelahiran hewan yang dimanipulasi. Pada hewan ternak, dibandingkan dengan IB, prosedur yang digunakan sebelum dan sesudah mikroinjeksi (contohnya kultur in vitro dan transfer embrio) mungkin memperpanjang gestasi, meningkatkan bobot lahir dan menyebabkan insiden kesulitan lahir dan kehilangan perinatal yang lebih tinggi.



KLONING
Kloning merupakan salah satu bioteknologi mutakhir yang sangat bermanfaat untuk memultiplikasi genotip hewan yang memiliki keunggulan tertentu dan preservasi hewan yang hampir punah. Walaupun keberhasilan produksi hewan kloning lewat transfer inti sel
somatik telah dicapai pada berbagai spesies, seperti domba, sapi, mencit, kambing babi,kucing, dan kelinci, efisiensinya sampai sekarang masih sangat rendah yakni kurang dari 1persen, dengan sekitar 10 persen yang lahir hidup (Han et al., 2003). Transfer inti melibatkansuatu seri prosedur yang kompleks termasuk kultur sel donor, maturasi oosit in vitro,enukleasi, injeksi sel atau inti, fusi, aktivasi, kultur in vitro reconstructed embryo, dantransfer embrio. Jika salah satu dari tahap-tahap ini kurang optimal, produksi embrio atauhewan kloning dapat terpengaruh.Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak awal tahun 1900, tetapi contohhewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Wilmut et al. (1997), dan untukpertama kali membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada hewan mamalia dewasa.Hewan kloning tersebut dihasilkan dari inti sel epitel ambing domba dewasa yang dikulturdalam suatu medium, kemudian ditransfer ke dalam ovum domba yang kromosomnya telahdikeluarkan, yang pada akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang diberi nama Dolly.
Susu dan daging dari hewan kloning (hewan yang berasal bukan dari hasil kembang biak alami namun merupakan hasil rekayasa genetika) ditemukan aman untuk dimakan dan dapat dijadikan sumber alternatif bagi sumber protein hewani, menurut penelitian yang dilakukan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional AS (NAS), Jumat waktu setempat Para ilmuwan mengasumsikan hewan hasil kloninglah yang akan masuk ke dalam mata rantai bahan pangan karena hewan yang menjadi induk kloning (hewan yang diambil cetak biru sifat dasarnya untuk dikembangkan menjadi hewan turunannya) umumnya tidak disembelih untuk diambil dagingnya.
Dengan menggunakan metoda terkini, maka hewan hasil replika genetika (kloning) itu akan memakan biaya jutaan dolar Dalam proses kloning, hewan hasil teknologi genetika berasal dari satu hewan yang berbeda dengan hewan hasil reproduksi konvensional di mana DNA (cetak biru sifat dasar hewan) dari hewan jantan dan betina digabung untuk membentuk hewan yang memiliki keunikan genetiknya sendiri. Hasil penelitian itu dipublikasikan sepekan menjelang pertemuan para dokter hewan yang tergabung dalam Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) yang mengkaji dampak kloning terhadap hewan yang menjadi induk kloning dan untuk mengetahui aman tidaknya bahan makanan (susu dan daging) dari hewan hasil kloning bagi manusia.
Presiden Amerika Serikat George W Bush dan Kongres telah sepakat mengeluarkan suatu aturan yang melarang segala jenis bentuk kloning manusia dan masih belum mendapat persetujuan di Senat namun tak akan mengajukan hal yang sama terhadap kloning hewan.FDA menekankan bahwa produk dari hewan hasil kloning belum dapat dilempar ke pasar untuk dikonsumsi karena harus dilakukan penelitian lebih lanjut."Keterangan mengenai komposisi dari daging ataupun susu yang berasal dari hewan hasil kloning sejauh ini masih sangat terbatas. Serta jumlah hewan hasil kloning masih sedikit dan belum cukup umur untuk dikembangbiakkan ataupun sudah dapat diperah susunya."Dalam penelitian terakhir NAS juga menemukan bahwa produk daging dan susu dari hewan hasil kloning beserta keturunannya yang sehat tidak mengancam kesehatan manusia apabila mengkonsumsinya kurang lebih sama dengan produk dari hewan ternak konvesional. Sebagian besar dari hewan hasil kembang biak kloning berat badannya pada saat lahir 20 persen lebih berat dari rata-rata sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa induk yang dipakai rahimnya untuk meletakkan janin kloning. "Kebanyakan anak hasil kloning mengalami kesulitan bernafas, gangguan fungsi ginjal serta penyakit kulit," kata para ilmuwan. Kloning dapat meningkatkan ancaman keselamatan dan kesehatan hewan yang terlibat dalam proses kloning, namun tidak berbeda secara kualitas dibanding dengan reproduksi buatan lainnya ataupun dari hasil reproduksi konvensional











DAFTAR PUSTAKA


Aminah, Y. 1994. "Pengaruh Tingkat Dosis Inseminasi Buatan dan Macam Pengecer Semen Terhadap Daya Tunas Tetas Telur Ayam Buras": Skripsi S 1 (Unpublish).Jurusan Biologi. FAMIPA-UNPAK, Bogor.

Baguisi,A., and E.W. Overstrom. 2000. Induced enucleation in nuclear transfer procedures to produce cloned animals. Theriogenology, 53 : 209.

Campbell, K.H., J. McWHir, W.A. Ritchie, and I. Wilmut. 1996. Sheep cloned by nuclear transfer from a cultured cell line. Nature, 380 : 64 – 66.

Collas, P. and F. Barnes. 1994. Transplantasi inti by microinjection of inner cell mass and granulose cell nuclei. Molecular Reproduction and Development. 38 : 264 – 267.

Collman, A. 2000. somatic cell nuclear transfer in mammals : progress and applications.Kloning, 1 : 185 – 200.

Feng, J., Y. Li, M. Hashad, E. Schurr, P. Gross, L.J. Adams, and J.W. Templeton. 1996.Bovine natural desease resitance associated macrophage protein (NRAMP1) gene.Genome Research, 6 : 956 -964.

Artikel Terkait:


Related Articles



0 Response to "IB, Transgenetik, tranfer embrio"

Posting Komentar