PRODUKTIFITAS SAPI PERAH PADA TINGKAT KEPEMILIKAN YANG BERBEDA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemeliharaan sapi secara intensif mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni. Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain (grading up) yaitu antara sapi betina lokal (sapi PO) dengan sapi perah jantan Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang dikenal dengan FH Grati
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorthorn (dari Inggris) Produksi susunya 5.126 kg per laktasi, Friesian Holstein (dari Belanda) Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih kurang 30.050 kg per laktasi. , Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis) dengan produksi susu 2500 liter dalam 1 masa laktasi, Brown Swiss (dari Switzerland) Produksi susu rata-rata 5.939 per laktasi, Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia) Produksi susu rata-rata 7 liter per hari dengan kisaran produksi susu 1.445 - 2.647 kg per 330,5 hari. Namun ada yang berproduksi hingga 4.858 kg per 330,5 hari atau 16 liter per hari. Hasil survei menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.
Sapi perah FH dengan breed yang sama di masukkan ke Indonesia dan dipelihara khususnya di Kabupaten Sinjai hanya mampu menghasilkan susu rata-rata sekitar lima enam liter per harinya, tingkat kepemilikan ternak yang berbeda akan memerlukan penanganan yang berbeda pula mulai dari penanganan pakan, penanganan reproduksi dan penanganan manajemen pemeliharaan.
Rumusan Masalah.
Apakah tingkat kepemilikan jumlah ternak yang rendah akan meningkatkan jumlah produktifitas sapi perah FH
Hipotesis
Tingkat kepemilikan ternak yang rendah akan meningkatkan produktifitas sapi perah FH di Kabupaten Sinjai
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaiatan antara tingkat kepemilikan jumlah ternak dengan produktifitas sapi perah FH di Kabupaten Sinjai.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi peneliti, peternak, masyarakat umum mengenai produktifitas sapi perah FH pada tingkat kepemilikan yang berbeda, serta pemerintah agar penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk pembangunan peternakan dimasa akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Friesian Holstein (FH)
Sapi ini juga dikenal dengan nama Fries Holland atau sering disingkat FH Di Amerika bangsa sapi ini disebut Holstein, dan di negara-negara lain ada pula yang menyebut Friesien. Tetapi di Indonesia sapi ini popular dengan sebutan FH.Sapi FH menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia, baik di
negara-negara sub-tropis maupun tropis.Bangsa sapi ini mudah beradaptasi ditempat baru. Di Indonesia populasi bangsa sapi FH ini juga yang terbesar diantara bangsa-bangsa sapi perah yang lain. Di Indonesia, kecuali menggunakan sapi FH murni sebagai sapi perah, khususnya di Jawa Timur, banyak pula diternakkan sapi Grati, yakni hasil persilangan antara Friesian Holstein dan sapi lokal Ongole. (AAK, 1980).
Asal Sapi
- Bangsa sapi ini berasal dari Belanda.
Cirri-cirinya:
- Warna belang hitam putih
- Pada dahinya terdapat hitam putih berbentuk segitiga
- Dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna berwarna putih
- Tanduk kecil-pendek menjurus ke depan.
Sifat-sifat sapi
- Tenang, jinak , sehingga mudah dikuasai
- Sapi tidak tahan panas, namun mudah beradaptasi
- Lambat menjadi dewasa
- Produksi susu:4500-5500 liter per satu masa laktasi
- Berat badan jantan lebih kurang 800-900 kilogram, sedangkan yang betina lebih kurang 600 sampai 625 kilogram dan tingginya rata-rata 1,35 meter(AAK, 1980).
Gambar: sapi perah FH
Produksi Susu
Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu melebihi kebutuhan anaknya dan dapat mempertahankan produksi susu sampai jangka waktu tertentu walaupun anaknya sudah disapih atau lepas susu. Produksi susu yang tinggi pada induk sedang laktasi selama bulan pertama berpengaruh terhadap bobot tubuh induk dan dapat mengakibatkan penurunan bobot tubuh selama bulan pertama setelah melahirkan (berkisar antara 15-16 %).(Darmadja, 1980)
Penurunan bobot tubuh ini disebabkan oleh beberapa faktor misalnya nutrisi induk selama sebelum dan sesudah beranak, musim beranak dan cara pemeliharaan. kehilangan bobot tubuh selama laktasi sepenuhnya normal sehingga diperlukan energi tersedia yang tinggi untuk produksi susu tanpa menyebabkan beban berlebihan pada sisitem pencernaan. Perlunya tata laksana pemberian pakan yang baik pada saat bunting dan laktasi agar tersedia cadangan yang cukup pada waktu beranak dan mencegah kehilangan bobot tubuh yang berlebihan selama laktasi. (Sudono 1999)
Efisiensi produksi susu berhubungan dengan efisiensi pemberian pakan dan produksi susu. Produksi susu di pengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan termasuk manajemen dan pemberian pakan. metode yang umum ditempuh untuk meningkatkan produksi susu adalah melalui perbaikan managemen dan pemberian pakan Faktor-faktor lain mempengaruhi tinggi rendahnya produksi susu pada ternak adalah ukuran dan bobot badan induk, umur, ukuran dan pertautan ambing, pertumbuhan, jumlah anak lahir per kelahiran dan suhu lingkungan. (Ernawani 1991)
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi produksi susu
Faktor Genetis
Faktor genetis ini bersifat individual, yang diturunkan dari induk dan bapak kepada keturunannya. Faktor genetis ini bersifat baka, artinya sifat-sifat baik dan buruk dari tetua akan diwariskan kepada keturunan berikutnya dengan sifat-sifat yang sama seperti sifat-sifat yang dimiliki tetua.
Faktor genetis ini akan menentukan jumlah produksi dan mutu air susu selama laktasi dengan komposisi zat-zat makanan tertentu sesuai dengan yang dimiliki oleh kedua induknya. Jika produksi susu induk dan pejantan jelek maka dengan tata laksana dan makanan yang serba baguspun tidak akan dapat memperbaiki produksi yang jelek dari warisan kedua induknya. (Saefuddin, 1977).
Sapi-sapi yang mempunyai bobot badan lebih berat biasanya akan menghasilkan susu yang lebih banyak dari pada sapi yang kecil pada bangsa dan umur yang sama. Hal ini disebabkan sapi yang berbadan besar mempunyai kemampuan untuk mengkomsumsi palan lebih banyak, sehingga ketersediaan zat makanan hasil metabolisme tubuh sebagai bakan baku (precusor) susu dapat lebih banyak (Anggorodi 1980)
Faktor Pakan
Sapi-sapi yang secara genetis baik akan memberikan produksi susu yang baik pula. Akan tetapi, jika makanan yang diberikan tidak memadai, baik dari segi jumlah maupun mutu, maka unutk memenuhi kebuthan pokok hidup dan berproduksi akan dicukupi dengan mengorbankan persediaan zat-zat makanan yang ada di dalam tubuh dengan cara memobilisasikan zat-zat makanan yang tersimpan di dalam jaringan tubuh mereka. Jika sapi yang bersangkutan kehabisan zat-zat makanan yang harus dimobilisasikan, maka produksi susu akan menurun yang akhirnya akan membatasi pula sekresi air susu. (AAK, 1980).
Kualitas pakan berpengaruh paling besar pada produksi susu Jumlah pemberian pakan hijauan dan konsentrat dapat mempengaruhi jumlah produksi susu dan kadar lemak. Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan atau memenuhi hidup pokok, produksi susu, pertumbuhan, dan kebuntingan sehingga akan dicapai produksi susu yang optimal (Anonima, 2006)
Jumlah pakan yang diberikan merupakan factor kritis yang paling utama dalam produksi susu sapi perah. Sapi perah mengkomsumsi pakan (hijauan dan konsentrat) dalam bahan kering sebesar 3–4% dari bobot badannya, disamping jumlah, maka imbanagan hijauan dengan kosentrat juga akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Pakan yang terlalu banyak hijauannya (>70%) akan menyebabkan jumlah produksi susu turun, tetapi kadar lemak susu naik, sebaiknya pakan yang terlalu banyak mengandung konsentrat (>50%)akan menyebabkan kenaikan jumlah produksi susu dengan kadar lemak yang rendah. Bahan pakan berserat merupakan bahan utama sapi perah misalnya rumput. Bahan pakan tersebut mengandung serat kasar yang tinggi, tetapi kadar serat kasar yang terlalu tinggi dalam ransum dapat mengakibatkan ransum sulit dicerna, sebaliknya ransum mengandung serat terlalau rendah dapat menyebabkan gangguan pencernaan (Anonim 2010b)
Faktor Tatalaksana
Tatalaksana yangt baik dan sempurna merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesuksesan usaha ternak sapi perah. Mengandalkan faktor genetis saja tidaklah menjamin keberhasilan produksi. Sebab faktor genetis yang baik bukan jaminan terhadap jumlah produksi. Faktor genetis yang baik harus didukung dengan tatalaksan yang baik dan teratur. Tatalaksana pada masa laktasi yang perlu diperhatikan antra lain rangsangan pemerahan, pengaturan kering kandang, pencegahan penyakit, frekuensi pemerahan, pengaturan kelahiran dan perkawinan (service periode dan calving interval). (Usman budi, dkk, 2006)
Kegiatan tatalaksana lain yang berpengaruh terhadap produksi susu yaitu kegiatan pemerahan. Perubahab waktu pemerahan dan tenaga kerja pemerah dapat menurunkan produksi 50%, sehingga tatalaksana pemerahan juga merupakan faktor yang kritis dalam peternakan sapi perah (Anonim 2010a)
Faktor Iklim
Apabila lingkungan fisik dan iklim suatu daerah sesuai dengan habitat asalnya dan sapi diberi pakan berkualitas , maka sapi tersebut akan menampilkan semua sifat yang dimiliki secara maksimal. Suhu lingkungan yang tinggi akan menurunkan nafsu makan dan mengurangi konsumsi pakan seekor sapi perah sehingga menghambat produksi susu sapi tersebut (Sutardi, 1981).
Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21ºC (Paggi, 1975). Apabila suhu melebihi 21ºC, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah asalnya (Pane.I, 1993).
Faktor iklim ini masih dapat diatasi dan tidak banyak berpengaruh apabila sapi perah tersebut diberi pakan yang berkualitas tinggi sehingga dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya (Sudono, 1999).
Kesehatan Ternak
Gangguan dan penyakit dapat mengenai ternak sehingga untuk membatasi kerugian ekonomi diperlukan kontrol untuk menjaga kesehatan sapi menjadi sangat penting. Manjememen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi kesehatan sapi perah. Gangguan kesahatan pada sapi perah terutama berupa gangguan klinis dan reproduksi. (Santoso 1999)
Gangguan reproduksi dapat berupa hipofungsi, retensi plasenta,kawin berulang, endometritis dan mastitis baik kilnis dan subklinis. Sedangkan gangguan klinis yang sering terjadi adalah gangguan metabolisme (ketosis, bloot, milk fever dan hipocalcemia), panaritium, enteritis, displasia abomasums dan pneumonia. Adanya gangguan penyakit pada sapi perah yang disertai dengan penurunan produksi dapat menyebabkan sapi dikeluarkan dari kandang atau culling. Culling pada suatu peternakan tidak boleh lebih dari 25, 3%. (Ryanto 1991)
Manajemen Pemberian Pakan
Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. . Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. (Anggorodi 1980)
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari. (Tillman 1984)
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya. (AAK, 1980).
Tingkat Kepemilikan Ternak
Secara nasional, sebagian besar agribisnis sapi perah merupakan peternakan rakyat yang ditangani koperasi, sehingga sebagian besar (90%) produksi susu ditangani oleh koperasi. Peternakan rakyat menurut data tahun 2000, populasi sapi perah sebanyak 354,3 ribu ekor dengan skala kepemilikan 3-4 ekor per KK dan produktivitas rendah sekitar 9-10 liter per ekor per hari. Hal ini disebabkan antara lain kualitas pakan yang belum baik dan pemeliharaan yang belum optimal. Skala usaha KUD sebagian besar (60%) kapasitas produksinya masih rendah, yaitu di bawah 5.000 liter per hari. Skala kepemilikan sapi perah 3–4 ekor per peternak hasilnya tidak optimal dengan produktivitas rendah berakibat kehidupan peternak stagnan, bahkan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. (Anonim 2010c)
Perkiraan peningkatan konsumsi tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik. Produksi susu segar dan produk-produk lainnya seharusnya dapat ditingkatkan. Kondisi produksi susu segar Indonesia saat ini, sebagian besar (90%) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 2-3 ekor sapi perah per peternak. Skala usaha ternak sekecil ini jelas kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidup. Dari sisi produksi, dengan demikian, kepemilikan sapi perah per peternak perlu ditingkatkan. Menurut manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan minimal 10 ekor sapi per peternak. (Anonim 2010b)
Pengembangan usaha sapi perah merupakan salah satu alternatif dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat serta pengurangan tingkat ketergantungan nasional terhadap impor susu. Sebenarnya usaha persusuan di Indonesia sudah sejak lama dikembangkan. Usaha ternak sapi perah di Indonesia didominasi oleh skala kecil dengan kepemilikan ternak kurang dari empat ekor (80 persen), empat sampai tujuh ekor (17 persen), dan lebih dari tujuh ekor (tiga persen). Hal itu menunjukkan bahwa sekitar 64 persen produksi susu nasional disumbangkan oleh usaha ternak sapi perah skala kecil, sisanya 28 dan delapan persen diproduksi oleh usaha ternak sapi perah skala menengah dan usaha ternak sapi perah skala besar (Anonim 2010c)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Februari 2011, bertempat di Dusun Batu Leppa, Desa Gunung Perak, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan
Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah FH yang dikelompokkan berdasarkan jumlah kepemilikan antara 1–3 ekor, 4–5 ekor dan diatas 5 ekor. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 reponden peternak
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis dan kamera digital.
Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Observasi yaitu dengan melakukan kunjungan kelokasi penelitian dalam hal ini Dusun Batu Leppa, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
b) Mengambil data sekunder di Dinas Peternakan Kabupaten Sinjai, BPS, Kantor Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang mendukung penelitian.
c) Wawancara yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner kepada peternak sapi perah.
Data yang dikumpulkan
1. Breeding meliputi reproduksi: lama laktasi, umur saat kawin pertama, lama bunting, jarak kelahiran, dan lama kering kandang
2. Feeding meliputi: jenis konsentrat dan pakan hijauan yang diberikan
3. Manajemen pemeliharan meliputi: sanitasi kandang, berapa kali dimandikan sehari
4. Produktifitas ternak meliputi jumlah susu yang dihasilkan per ekor per hari.
Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei dengan wawancara langsung dengan peternak sapi perah. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui instansi terkait antara lain Dinas Peternakan, BPS, Kantor Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
Analisis Data
Data di analisis Discriminant function dengan menggunakan Program SPSS (Statistical Package For Social Science) versi 16 for windows dengan model matematika:
D = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4
Keterangan :
D = Produktifitas
X1 = Feeding (konsentrat dan hijauan)
X2 = Reproduksi (lama laktasi, umur kawin I, lama bunting, jarak kelahiran, lama kering kandang)
X3 = Manajemen (frekuensi dimandikan, sanitasi kandang)
X4 = Tingkat kepemilikan (1-3 ekor, 3-4 ekor, dan >5 ekor)
(Johnson; 1992)
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius (AAK), 1980. Beternak Sapi Perah. Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1980. Ilmu makanan Ternak Umum. Edisi Kedua PT. Gramedia
Jakarta.
__________.2010a. Pengembangan Sapi Perah di Indonesia http://umkm.aimitindo.co.id/produk.php?id=7&pid=4 [Diakses pada Tanggal 26 Oktober 2010]
¬¬__________. 2010b. Bojonegoro.go.id.Website Resmi Pemerintah Kabupaten
Bojonegoro Budidaya Ternak Sapi Perah.[Diakses pada Tanggal 26 Oktober 2010
__________. 2010c. Jurnal Pengkajian Koperasi Dan Ukm Nomor 2 Tahun I - 2006 Penyusunan Model Pengembangan Agribisnis Pakan Ternak Untuk Mendukung Program Sapi Perah Melalui Koperasi.[Diakses pada Tanggal 26 Oktober 2010
Darmadja S.G.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Trasidisional Dalam Ekosistem Pertanian di Bali, Universitas Padjadjaran, Bandung
Ernawani, 1991. Pengaruh Tatalaksana Pemerahan Terhadap Kualitas Susu Kambing. Media Peternakan Vol 15: 38-46. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Johnson, R. A. dan Wichern, D. W. 1992. Applied Multivariate Statistical Analysis. New Jersey: Prentice Hall
Pane.I, 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Ryanto, I. 1991. Teknologi Terapan dan Pemengembangan Peternakan Pusat Penelitian Universitas Andalas. Padang
Saefuddin, A.M, 1977. Supplay dan Demam Daging. Depertemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.
Santoso, U. 1999. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudono, A., 1999. Produksi Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanan. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
Tillman, A D, H. S. HArtadi, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Ledosoekedjo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Usman Budi dkk. 2006. Bahan Ajar Dasar Ternak Perah. Depertemen Pertanian, Fakulatas Pertanian, Universitas Sumatra Utara,
Artikel Terkait:
makasih infonya,.,
salam kenal.,.